CATATAN AKSI SIMPATIK UMMAT ISLAM INDONESIAA 55
Bagian 2. Narasi Persaudaraan dan Peradaban
Shalat Jum'at dimulai. Jama'ah shalat mendengarkan khutbah. Diluar, tak begitu hening. Saya tak mencatat khutbah Jum'at di siang tadi. Hanya sempat mengingat beberapa penggal yang disampaikan oleh khatib. Salah satu penggal ayat disampaikan. Salah satunya tentang ayat "Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah". Ali-Imran ayat ketiga.
Khutbah hari ini begitu dalam. Pertama, khatib menjadikan ayat tersebut sebagai alas dari narasi persaudaraan ummat Islam. Kita adalah ummat yang Allah hadirkan di bumi ini dengan semangat persaudaraan. Dengan semangat ukhuwah dan solidaritas. Dengan semangat ringan sama dijinjing berat sama dipikul. Dengan semangat cinta tanpa batas teritori dan warna kulit dan suku bangsa. Dengan semangat saling merasakan jika ada salah satu dari kita yang terluka. Semua itu menjadi pengikat yang melahirkan energi ummat yang menakjubkan.
Kedua, khatib mengingatkan kembali bahwa kita -ummat Islam ini- adalah ummat yang bermartabat. Yang dimaksud bermartabat adalah ummat yang memiliki daulat. Kita adalah ummat yang berpakaian kehormatan. Kita adalah ummat yang memiliki harga diri. Ummat yang memiliki marwah dan rasa malu. Ummat yang juga bermanfaat bagi sesama manusia. Kita lembut kepada manusia. Senantiass berbuat baik karena itulah ciri kemanusiaan kita yang palinh sederhana.
***
Ketiga, khatib juga menyampaikan bahwa diantara manusia ada ikatan yang senantiasa harus kita suburkan, pererat dan kuatkan. Itulah ikatan dan persaudaraan atas dasar kebangsaan, kemanusiaan dan peradaban. Persaudaraan kebangsaan (ukhuwah wathaniyah) adalah ikatan cinta kita sebagai seorang Indonesia dimana seluruh cinta dan perhatian kita kita berikan kepada bangsa ini dan penghuninya.
Persaudaraan kemanusiaan (ukhuwah insaniyah) juga harus menjadi dasar kita berhubungan. Ada kewajiban kita sebagai manusia yang wajib kita berikan kepada seluruh manusia. Berbuat baik, tolong-menolong, berkomunikasi dan berhubungan dengan akhlak yang baik, rendah hati, saling memuliakan, saling menjaga dan merawat hubungan adalah bagian dari cara kita sebagai ummat dalam menjalani hubungan diantara manusia.
Khatib juga menyampaikan bahwa ada ikatan kita sebagai manusia global, yaitu ikatan peradaban. Inilah ikatan besar yang menyatukan ummat manusia di bumi. Kewajiban kita untuk memakmurkan bumi dan menghalanginya dari kerusakan adalah wujud dari ikatan peradaban. Dengan ikatan peradaban, maka visi kemanusiaan maujud dalam mewujudkan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
***
Khatib juga menyampaikan, bahwa aktivitas kehidupan kita, termasuk dalam aktivitas hari ini, harus dikerjakan dengan meluruskan niat terlebih dahulu. Ada orang yang awal langkahnya benar tapi di pertengahan menjadi rusak. Atau awalnya benar, tapi akhirnya rusak, karena tidak menjaga niatnya dengan lurus. Niat adalah pangkal dari seluruh amal. Niat kita pada kebaikan akan menjadi penjaga dari kebaikan itu sendiri.
Di akhir kalimat, khatib menyampaikan bahwa dalam hubungan kita dengan sesama muslim dan dengan manusia, ada nasihat seorang shalih yang bisa menjadi panduan kita dalam menjaga agar senantiasa tumbuh kebaikan diantara ikatan kita. "Kalau tidak bisa mempermudah orang lain, janganlah mempersulit. Kalau tak mampu menghibur orang, janganlah membuatnya sedih. Kalau tidak bisa memuji orang, janganlah menghina".
Nasihat yang sederhana yang sudah dilanggar Ahok. Ia mengumbar kata-kata yang menghina, membuat sedih orang dan mempersulit urusan banyak warganya. Syukurlah ia kalah. Semoga Gubernur DKI yang baru ini lebih lembut hati dan lisannya, lebih mempermudah urusan warganya, lebih memajukan kota dan membuat seluruh penduduknya bahagia. Sederhana sekali permintaan kami.
Hayya 'alash sholah. Hayya 'alal falah. Mari kita sholat Jum'at. Mari menuju kemenangan.
(Bersambung)
#CopasfromWAGAksiBelaIslam
Jakarta, 5 Mei 2017
0 komentar:
Posting Komentar